#6
Saat itu di kantin, aku bersama 5 orang temanku saling
berbincang tentang kelas terakhir kuliah kita. Bagaimana tidak? Dalam ruang
8x8m2, dengan formasi kursi macam teater yang semakin meninggi ke belakang,
ruang dengan kapasitas 80 orang hanya di tempati oleh 8 orang mahasiswa dan
seorang dosen saja. Ini kuliah? Aku rasa bimbel ujian negara.
Kami masih mengobrol, bercanda, terkadang menghujat satu
sama lain, begitulah cara kami berteman. Kemudian disaat aku sedang fokus
menyimak jokes receh temanku, datanglah seseorang. Berkerudung coklat cream
manis membungkus wajah imut nan mungilnya, baju hitam kebiruan dipadu-padankan
dengan tas biru yang ia gendong, dan rok panjang yang senada dengan jilbabnya,
membuatnya berkesan sangatlah manis, terlalu manis bahkan. Dalam jalannya, ia
menatapku. Wahai penduduk bumi, sekiranya siapakah yang akan dia datangi? Apa
yang harus dilakukan? Waktu kembali berdetik bersamaan dengan sapanya.
“aku lupa, aku ada hutang sama kamu.” Sambil memberi
uang dua puluh dua ribu rupiah.
Sempat beberapa detik aku bingung. Dia berhutang apa? Memang
aku tidak terlalu pandai menyembunyikan ekspresi, hanya melihat kepalaku yang agak
miring dengan alis terangkat ia menambahkan, “aku dulu hutang pulsa”.
Aku tertawa, dia salah. Kepala dan alisku tidak mengatakkan bahwa aku bingung.
Aku hanya terkejut, dua bulan kita tidak bertemu, dua bulan kita tidak
berbincang, dua bulan kita tak saling sapa, kalimat itu yang kamu ucapkan
pertama kali? Lucu sekali bukan.
Selain itu aku pula baru ingat aku memang pernah
membelikannya pulsa, aku pun tak pernah meminta itu diganti, untukmu aku masih
bisa memberi. Tapi hari ini tetap saja lucu. Pertama, membayar hutang adalah
yang ia lakukan pertama kali setelah dua bulan kita tidak bertemu, tidak
bisakah kau menyapa karena sebelum dua bulan itu[un kita memang sudah cukup
dekat bukan?. Kedua, kamu kelebihan membayar. Bukankah aku hanya membelikanmu
pulsa dua puluh ribu? Itupun aku transfer dari pulsaku. Jadi kamu membayar
lebih dua ribu, hal ini semakin lucu karena aku memang tidak jual pulsa wahai
penduduk luar bumi… tak banyak bicara, aku hanya tersenyum – tentu ia membalas.
Tunggu… seingatku pula, aku pun pernah memiliki hutang
kepadamu. Aku belum mengganti uang mu saat mencetak tugas kita. Tentu aku
mengingatnya, bahkan ketika kamu ingin membayar hutangmu. Tapi ada pikiran lain
yang ada di benakku, tidak lebih besar dari dua puluh ribu, tapi mana mungkin
aku akan mengembalikan uangmu saat itu. Aku akan bayar dengan uang yang lainnya
besok, yang jelas uangmu akan kuterima, akan kusimpan dengan baik, kukenang
lewat tulisan ini untukmu. Manakala kita berjodoh, kenangan ini akan ku berikan
padamu suatu hari nanti. . .
Komentar
Posting Komentar